antara “h.a.d.i.a.h.” dengan r.i.b.a. !?
(seri kamu bertanya; vanya & sahabat menjawab)
by : anisya dinov♥
lovely room, 5 januari 2012

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
sahabat kami sayang…
ada dua orang sahabat dengan pertanyaan hampir sanada;
(1). “seseorang meminjam uang dari temannya bersama sebuah janji,
‘jika kamu memberikan aku pinjamkan uang sejumlah ini
maka aku akan memberimu hadiah di luar pembayaran hutangku.’
temannya itu setuju, akhirnya ia menerima pakaian sebagai hadiah.
pertanyaanku, apakah pakaian itu h.a.l.a.l. atau r.i.b.a. !?"
sahabatku, kaidah pokok fiqih yang terkenal di kalangan ulama
bahwa setiap pinjaman yang menarik keuntungan adalah r.i.b.a.
sedangkan r.i.b.a. merupakan sesuatu yang diharamkan
oleh al qur’an—as sunnah—maupun ijma’ dari para ulama.
ibn ‘abidin al hanafi di dalam kitabnya al hasyiyah mengatakan;
‘jika pemberi pinjaman bersepakat menerima balasan hadiah
yang di janjikan oleh peminjam meski ia ikhlas memberinya
maka hadiah itu h.a.r.a.m. karena adanya kesepakatan sebelumnya.’
tetapi jika peminjam datang untuk membayar hutangnya
setelah itu ia memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman
yakni dengan mengatas-namakan pemberian secara pribadi
maka menerima hadiah itu boleh & tidak termasuk r.i.b.a.
wallahu tabaraka wa ta’ala a’lam…
(2). "seseorang memberikan sejumlah uang sebagai hutang
tetapi pemberi hutang memberi syarat kepada penghutang
agar membeli sesuatu & dihadiahkan kepada pemberi hutang.
itu dilakukannya demi r.i.b.a. (bunga) dengan cara tipu daya.
apakah ini riba, sedangkan pelakunya adalah imam shalat !?”
masyaallah, tak di sangsikan lagi bahwa mengambil r.i.b.a.
bersama tipu daya yang telah diketahui oleh manusia
termasuk kategori r.i.b.a. yang sudah pasti dilarang !
sungguh allah ta’ala mahatahu apa yang tersirat di dalam hati.
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda;
“sesungguhnya amal perbuatan ditentukan oleh niat
dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkannya.”
maka niat orang tersebut memang ingin melakukan r.i.b.a.
jika seseorang telah dikenal melakukan tipu daya berdosa ini
sehingga masyarakat juga sudah mengenalnya demikian
maka ia tidak layak menjadi imam shalat bagi manusia
sehingga ia wajib meninggalkan pekerjaan mengimami shalat.
jika ia tidak menyadarinya atau pura-pura tidak tahu
hendaknya para makmum menjauhkannya dari posisi imam
yang harus dilakukan dengan cara baik lagi bijaksana
sehingga upaya itu tidak sampai menimbulkan fitnah.
dalam mazhab hanafi melalui kitab ad dar al mukhtar disebutkan
bahwa orang yang paling berhak menjadi imam shalat adalah
mukmin yang paling tahu tentang hukum-hukum shalat
dengan syarat ia menjauhi segala perbuatan dosa yang tampak.
berikutnya adalah mukmin yang paling bagus bacaannya,
sosok paling wara’ atau yang menjauhi hal-hal syubhat (meragukan)
yakni perihal yang diragukan tentang kehalalan & keharamannya.
sedangkan konsekwensi dari sikap wara’ adalah t.a.q.w.a.
والله أعلم بالصوا
barakallah fikum
wassalamualaikum warahmatullah..
anisya dinov♥

Tidak ada komentar:
Posting Komentar